Sabtu, 10 Oktober 2009

Esai Kehidupan

Being touched is the most wonderful thing in life. Tersentuh hatinya sampai mendalam, apa lagi kalau sampai menitikkan air mata, adalah pengalaman batin yang sangat indah rupawan. Luar biasa. Tak terlupakan. Siapa saja yang berhasil membuat orang lain tersentuh hatinya, tidak saja sedang menciptakan kebahagiaan, juga membuat orang membangun ruang kesadaran, tembok kepercayaan dan benteng kesetiaan yang susah ditembus dan dilupakan. Karenanya, banyak orang rela dan mau melakukan apa saja begitu hatinya tersentuh keadaan.


Semesta memang penuh tanda dan pesona bagi pemirsanya. Alam bukan hanya elok, tapi banyak mengajarkan kepada manusia arti hidup dan persaingan, merujuk pada fastabiqul khoirot dalam bahasa agama. Ia tidak melarang manusia berlomba – lomba menjadi yang terbaik, menjadi nomer satu. Bahkan itu keharusan. Sunnatullah. Ada puncak, ada lembah. Ada tinggi, ada rendah. Namun yang lebih penting adalah selalu ingat bahwa jumlah batu yang menjadi puncak gunung selalu jauh lebih sedikit

dibandingkan batu yang menjadi lereng dan dasarnya. Artinya, bila segenap daya dan usaha untuk meraih puncak hanya berujung pada nomer dua, jangan sedih dan jangan kecewa. Sebab itu sebenarnya berarti sebuah pertanda mulya: kita sedang menjadi lereng dan membuat orang lain jadi nomer satu di puncak gunung. Bukankah ini sebuah pencerahan yang menyentuh? Sikap penuh kesadaran, kepercayaan diri yang tinggi, kesyukuran yang pol, kebahagiaan hidup dan kerendah-hatian (tawadhu’) yang sempurna.
Rasulullah SAW bersabda: “Tidak akan berkurang harta yang dishadaqahkan dan Allah tidak akan menambah bagi seorang hamba yang pemaaf melainkan kemuliaan dan tidaklah seseorang merendahkan diri karena Allah melainkan akan Allah angkat derajatnya.” (Shahih, HR. Muslim no. 556 dari shahabat Abu Hurairah).

Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku agar kalian merendahkan diri sehingga seseorang tidak menyombongkan diri atas yang lain dan tidak berbuat zhalim atas yang lain.” (Shahih, HR Muslim no. 2588).

Daoed Joesoef pernah menulis bahwa tiang penopang kemajuan Jepang yang mengagumkan itu adalah ibu rumah tangga yang melaksanakan tugas keibuannya dengan rasa tulus, bangga dan bahagia. Cerita India juga serupa. Begitu India merdeka, dengan ikhlas Mahatma Gandhi memberikan kursi perdana menteri kepada Nehru. Sebuah keputusan yang menyelamatkan India, sekaligus memberikan kesempatan India bertumbuh tanpa diganggu virus perseteruan menjadi nomer satu. Mohammad Hatta adalah legenda Indonesia. Ia berbahagia mengisi hidupnya dengan menjadi nomer dua. Beberapa kali pun terjadi perselisihan dengan orang nomer satu ketika itu, ia selamatkan negeri ini dengan cara berbahagia menjadi nomer dua.

Terinspirasi dari kehidupan seperti inilah, maka penting memiliki sikap ikhlas dan tawadhu – rendah hati. Kesadaran akan fungsi dan peran dalam hidup ini menjadi sangat penting. Ia tidak menghilangkan usaha dan makna hidup yang sebenarnya. Tetapi sebenarnya itulah sejatinya hidup. Ia menyertai dan mengawal setiap usaha, terutama di terminal akhir tujuan hidup: berhasil atau gagal. Kalau berhasil dia akan bersikap lemah - lembut, penuh kasih dan bertanggung jawab, sehingga semua berbahagia. Kalau dia gagal, dia akan legowo dan mendukung segala program yang ada untuk membahagiakan dirinya dan yang lain juga. Tidak pernah mati gaya. Salah satu cerminan sikap itu adalah rumus yang terpatri dalam hati: ’you are important, he is important, I am not’. Sedangkan lahirnya menganggap hal biasa. Tengoklah raksasa pelayanan kelas dunia seperti Singapore Airlines dll, keberhasilan mereka disebabkan karena rajin mengajari orang-orangnya: ’orang lain penting, saya tidak penting’.

Nabi SAW bersabda: "Sesungguhnya sikap lemah-lembut itu tidak menetap dalam sesuatu perkara, melainkan ia makin memperindah hiasan baginya dan tidak dicabut dari sesuatu perkara, melainkan membuat cela padanya." (Riwayat Muslim)

Ada sebuah kisah, tiga orang anak memilih tiga buah pir pemberian tetangga. Pemuja ego, pengejar rangking satu akan memilih yang terbesar dan tersegar. Anak yang berlimpah kesadaran, kaya hati akan memilih yang terkecil dan terjelek. Ia berbahagia melihat orang lain menikmati buah pir yang besar dan segar. Dan yang ketiga mendapat sisanya. Dari ketiga karakter itu, dimanakah kiranya Anda berada?

Tak perlu buru – buru. Tak perlu gusar. Sebab tak harus dijawab. Diam dan perhatikan saja langkah kita. Seperti kata - kata popular yang ada dalam film Naga Bonar Jadi 2, “Akh,…. itu tidak penting”, setiap kali Naga Bonar mengisahkan jati dirinya dan orang lain tidak percaya. Sebab memang yang terpenting adalah kesadaran untuk selalu berbuat baik kepada sekitar bagaimana pun posisi kita dan di manapun kita berada. Bukan sebaliknya.

Oleh :Faizunal Abdillah

Sumber : http://www.ldii.or.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar